Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Holing
A. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu
kerajaan besar yang ada di nusantara. Kerajaan yang dikenal dengan kekuatan
maritimnya tersebut berhasil menguasi pulau Sumatra, Jawa, Pesisir Kalimantan,
Kamboja, Thailand Selatan, dan Semenanjung Malaya yang kemudian menjadikan Kerajaan
Sriwijaya sebagai kerajaan yang berhasil menguasai perdagangan di Asia-tenggara
pada masa itu. Kata 'Sriwijaya' berasal dari dua suku kata yaitu 'Sri' yang
berarti bercahaya atau gemilang dan 'Wijaya' yang berarti kemenangan. Jadi
Sriwijaya berarti kemenangan yang gemilang.
Berdirinya Kerajaan Sriwijaya
Tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan
berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Bukti tertua datangnya dari berita Cina yaitu
pada tahun 682 M terdapat seorang pendeta Tiongkok bernama I-Tsing yang ingin
belajar agama Budha di India, singgah terlebih dahulu di Sriwijaya untuk
mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat juga Kerajaan Sriwijaya
pada saat itu dipimpin oleh Dapunta Hyang.
Selain berita dari luar, terdapat juga beberapa
prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya, diantaranya adalah prasasti Kedukan
Bukit (605S/683M) di Palembang. Isi dari prasasti terseubt adalah Dapunta Hyang
mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil
menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya
menjadi makmur. Dari kedua bukti tertua di atas bisa disimpulkan Kerajaan
Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja pertamanya adalah Dapunta Hyang.
Kerajaan Sriwijaya
mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa, dan pada saat itu
pula kegiatan perdagangan di luar negri ditunjang dengan menaklukkan wilayah
sekitar hingga wilayah kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara dengan menguasai
Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina
Selatan. Sejarah tentang kepemimpinan Raja Balaputradewa ini dimuat dalam
prasasti Nalanda dan prasasti Ligor.
Raja Kerajaan Sriwijaya
yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan
Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Chola dari india yang semula sangat erat mulai renggang, hal ini disebabkan
oleh serangan yang dilancarkan Kerajaan Chola dibawah pimpinan Rajendracoladewa
atas wilayah Sriwijaya di Semenanjung Malaya. Serangan yang berlangsung pada
tahun 1017, 1025, dan 1068 ini mengakibatkan kemunduran kerajaan sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya akhirnya runtuh setelah kerajaan Chola berhasil menyandera
Raja Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Setelah itu Kerajaan Chola mengambil
alih pengaruh perdagangan dan politik.
v Letak Kerajaan
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal
dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi
Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Dalam hal kerajaan
Sriwijaya ini, jarak waktu yang terlalu jauh menjadikan banyak perdebatan
mengenai sejarah kerajaan sriwijaya
ini, termasuk diantaranya adalah letak pasti kerajaan yang berkembang di abad
ke-7 masehi ini. Pendapat ini memiliki dukungan bukti tertentu yang membuat
semakin sulit mengetahui letak kerajaan Sriwijaya secara pasti. Pendapat yang
pertama datang dari Pirre-Yves Manguin yang melakukan penelitian pada tahun
1993, dimana ia berpendapat bahwa kerajaan Sriwijaya terletak di daerah sungai
Musi antara Bukit Siguntang dan Sabokiking yang saat ini masuk dalam wilayah
provinsis Sumatera Selatan.
Pendapat lain adalah dari ahli sejarah Soekmono
yang mengatakan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya ada di hilir sungai Batanghari,
yakni antara Muara Sabak hingga Muara Tembesi yang berada di provinsi Jambi.
Ada lagi pendapat lain yang mengatakan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya ada di sekitar
candi Muara Takus yang masuk dalam provinsi Riau yang dikemukakan oleh Moens.
Dasar dari pendapat ini adalah petunjuk rute perjalanan I Tsing dan ide
mengenai persembahan untuk kaisar China pada tahun 1003, yakni berupa candi.
Namun hingga kini belum ada kesepakatan dan bukti yang sangat kuat dimana pusat
kerajaan Sriwijaya sebenarnya berada.
Namun,
Berdasarkan penemuan-penemuan prasasti disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya
terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar
kota Palembang sekarang.
v Sistem Pemerintahan
wilayah
Sriwijaya ternyata membutuhkan pengawasan yang ekstra karena luasnya kekuasaan
kerajaan ini. Untuk menjaga eksistensi kekuasaan, Raja Sriwijaya menerapkan
beberapa kebijakan, misalnya saja dalam beberapa prasasti dituliskan tentang
kutukan bagi siapa saja yang tidak taat pada raja, seperti dalam Prasasti
Telaga Batu Kota Kapur. Fungsi ancaman (kutukan) ini semata-mata untuk menjaga
eksistensi kekuasaan seorang raja terhadap daerah taklukannya. Secara
struktural, Raja Sriwijaya memerintah secara langsung terhadap seluruh wilayah
kekuasaan (taklukan). Di beberapa daerah taklukan ditempatkan pula wakil raja
sebagai penguasa daerah. Wakil raja ini biasanya masih keturunan dari raja yang
memimpin. Maka masuk akal jika dijumpai pula prasasti yang berisi kutukan untuk
anggota keluarga kerajaan. Maksud dari kutukan ini adalah untuk menunjukkan
sikap keras dari raja yang berkuasa, sekaligus suatu sikap dari raja yang tidak
menghendaki kebebasan bertindak yang terlalu besar pada penguasa daerah.
v Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu
kerajaan terbesar di Indonesia pada masa silam. Kerajaan Sriwijaya mampu
mengembangkan diri sebagai negara maritim yang pernah menguasai lalu lintas
pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai
Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari
Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan
Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia,
dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang membawa penghasilan Kerajaan
Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi
kapalkapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas
ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan,
kapas, cula badak, dan wangi-wangian. Faktor- yang mendorong Sriwijaya muncul
menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut.
- Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
- Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
- Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.
- Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
v Kehidupan sosial
Kerajaan Sriwijaya karena
letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan internasional menyebabkan
masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima berbagai pengaruh asing. Masyarakat
Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia
perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa
pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan
Semenanjung Malaysia. Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima
berbagai kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan
India, seperti nama-nama India, adat-istiadat, serta tradisi dalam Agama Hindu.
Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan ajaran Buddha di
Asia Tenggara.
v Kehidupan masyarakat
Karena kerajaan sriwijaya dipengaruhi oleh
agama budhamaka kehidupan masyarakat sesuai dengan ajaranya selain
itumasyarakat juga menjali hubungan dengan kerajaan lain. Agama Buddha yang berkembang
di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang terkenal
ialah Dharmakirti.
v BUDAYA
Kerajaan Sriwijaya banyak
dipengaruhi kebudayaan India, pertama ialah kebudayaan agam Hindu, kemudian
diikuti kebudayaan agama Buddha. berdasarkan berbagai sumber sejarah, sebuah
masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam pikiran
Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa prasasti
Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual Budha
untuk memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra,
anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. Menurut berita dari Tibet, seorang
pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam
rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala.
Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi
walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak
peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran
Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.
v Agama
Kerajaan Sriwijaya
merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari Cina ke India dan
dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang
ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan
Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya
diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar
agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di
Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala).
Keruntuhan Sriwijaya
Kemunduran yang berakhirnya Kerajaan Sriwijaya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
- Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, soerang dari dinasti Cholda di Koromande, India Selatan. Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah armada perang Sriwijaya dan membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh pada Raja Chola. Namun Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
- Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya melepaskan diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
- Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena daerha-daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke tangan raja-raja sekitarnya.
- Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai Sriwijaya seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah ekspedisi yang bernama ekspedisi Pamalayu.
Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya runtuh di tangan
Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.
Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Ada dua jenis sumber sejarah yang menggambarkan
keberadaan Kerajaan Sriwijaya, yaitu Sumber berita asing dan prasasti.
Sumber Berita Asing
- Berita dari Cina Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha.
- Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak menghasilkan emas.
Sumber Prasasti
Selain dari sumber berita asing, keberadaan Kerajaan
Sriwijaya juga tercatat pada prasasti-prasasti yang pernah ditinggalkan,
diantaranya:
- Prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isinya: Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
- Prasasti Talang Tuo (606 S/684M) di sebelah barat Palembang. Isinya tentang pembuatan sebuah Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
- Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
- Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi. Keduanya berisi permohonan kepada Dewa untuk keselamatan rakyat dan kerajaan Sriwijaya.
- Prasasti Talang Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya kutukan-kutukan terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
- Prasasti Palas di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya Lampung Selatan telah diduduki oleh Sriwijaya.
- Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh Darmaseta.
v Peninggalan sejarah
A. Ditemukan di Indonesia
A. Ditemukan di Indonesia
1. Prasasti Kedukan Bukit
Ditemukan di dekat Kota Palembang dan berangka tahun
683 Masehi. Berisi cerita tentang Raja Sriwijaya (Dapunta Hyang) yang
mengadakan perjalanan suci dari Minanga Tamwan untuk mendapatkan Siddhayatra
dan keberhasilnya memakmurkan Kerajaan Srwijaya.
2. Prasasti Talang Tuo
2. Prasasti Talang Tuo
Ditemukan di sebelah barat Kota Palembang dan berangka
tahun 684 Masehi. Prasasti ini menceritakan pembuatan Taman Srikseta oleh Raja
Dapunta Hyang untuk kemamkmuran rakyat.
3. Prasasti Telaga Batu
3. Prasasti Telaga Batu
Ditemukan
di dekat Kota Palembang dan tidak berangka tahun. Prasasti ini menceritakan
tentang kutukan-kutukan terhadap siapa pun yang melakukan kejahatan dan yang
tidak taat terhadap raja.
4. Prasasti Karang Berahi
4. Prasasti Karang Berahi
Ditemukan di Karang Berahi (Provinsi Jambi) dan
berangka tahun 868 Masehi. Prasasti ini menceritakan tentang permintaan kepada
dewa untuk menghukum setiap orang yang orang melakukan kejahatan terhadap
Kerajaan Sriwijaya.
5. Prasasti Kota Kapur
5. Prasasti Kota Kapur
Ditemukan di Kota Kapur (Pulau Bangka) dan berangka
tahun 686 Masehi. Prasasti ini menceritakan tentang usaha Kerajaan Sriwijaya dalam
menundukkan Pulau Jawa, yaitu Kerajaan Tarumanegara yang dianggap tidak setia
kepada Kerajaan Sriwijaya.
6. Prasasti Palas Pasemah
6. Prasasti Palas Pasemah
Ditemukan di Palas Pasemah (Provinsi Lampung) dan
tidak berangka tahun. Prasasti ini mencertitakan bahwa daerah Lampung Selatan
telah diduduki oleh Kerajaan Sriwijaya pada akhir abad ke-7 Masehi.
7. Prasasti Bukit Siguntang
7. Prasasti Bukit Siguntang
Bukit Siguntang berada di Kota Palembang merupakan
komplek pemakaman raja-raja Kerajaan Sriwijaya. Ditemukan peninggalan Kerajaan Sriwijaya
dalam bentuk arca Budha Sakyamurni yang mengunakan jubah dan Prasasti Bukit
Siguntang berisikan tentang peperangan yang banyak merenggut nyawa.
Luar negri
1. Prasasti Ligor
Ditemukan di Tanah Genting (Thailand) dan berangka tahun 775 Masehi. Prasasti ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan bersisi tentang bangunan Trisamaya Caiya (bangunan suci yang terbuat dari batu bata untuk Budha), Awalokiteswara, dan Wajrapani. Bagian belakang berisi tentang RRaja Wisnu dan keluarga Sri Maharaja Syailendra.
2. Prasasti Nalanda
Ditemukan di Benggala (India) dan berangka tahun 860
Masehi. Prasasti ini menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa yang membangun tempat
tinggal untuk para pelajar dan sebuah biara di Benggala.
4. Piagam Leiden
Ditemukan di India dan berangka tahun 1006
M. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja kerajaan Cola yang bernama
Rajakesariwarman yang dikenal dengan Raja raja I. Isinya menyebutkan bahwa pada
tahun 1006 M, Marawijayatunggawarman meresmikan wihara di India yang diberi
nama Cudamaniwarmavihara atas ijin dari Rajakesariwarman, raja-raja I dari
Cola.
5. Prasasti Grahi
Berangka tahun 1183 M dan menyebutkan nama
seorang raja Srimat Trilokyaraja Maulibhusanawarmadewa memerintahkan
mahasenapati Jalanai yang memerintah Grahi untuk membuat arca
Budha.
CANDI
Candi Muara Takus
Candi Muara Takus
terletak di desa Muara Takus, Kecamatan Tigabelas Koto Kampar, Kabupaten
Kampar, Propinsi Riau. Jaraknya dari Pekanbaru, Ibukota Propinsi Riau, sekitar
128 Km. Kompleks Candi Muara Takus merupakan satu-satunya peninggalan sejarah
yang berbentuk candi di Provinsi Riau. Candi ini bernuansa Buddhistis. Hal
tersebut merupakan petunjuk bahwa agama Budha pernah berkembang di kawasan ini.
B.
Kerajaan Holing
Kalingga adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Tengah. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas,
kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan
dan Kabupaten Jepara sekarang. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Sima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa
yang mencuri, akan dipotong tangannya.
v Letak Kerjaan Holing
Pada abad ke-7 berdiri
suatu kerajaan yang bernama Kalingga / Holing. Letak kerajaan kalingga hingga
kini belum dapat di pastikan. Hal itu di sebabkan karena adanya beberapa
pendapat yang yang berbeda dalam membahas letak kerajaan tersebut, di antaranya
:
a. Menurut berita Cina
yang berasal dari Dinasti Tang menyebutkan bahwa letak kerajaan kalingga
berbatasan dengan laut sebelah selatan, Tan-Hen-La (Kamboja) di sebelah utara,
Po-Li (Bali) di sebelah timur, dan To-Po-Teng di sebelah barat. Nama lain dari
Holing adalah Cho-Po (jawa) sehingga berdasarkan berita cina tersebut dapat di
simpulkan bahwa kerajaan kalingga atau holing terletak di pulau jawa, khususnya
jawa tengah.
b.Dalam menentukan letak kerjaan kalingga / holing, J.L.
Moens meninjau dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan perdagangan.
Alasannya, selat malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktivitas
pelayaran perdagangan. Pendapat J.L. Moens bahwa holing berada di tepi pantai
selat malaka, di perkuat dengan di pertemukannya sebuah daerah di Semenanjung
Malaya yang bernama Keling.
v Sistem Pemerintahan/politik
Berdasarkan berita cina di sebutkan bahwa kerajaan kalingga /
holing di perintah oleh seorang raja putri yang bernama Ratu Sima. Pemerintahan
Ratu Sima sangat keras namun adil dan bijaksana. Kepada setiap pelanggar, Ratu
Sima selalu memberikan sanksi yang tegas. Rakyat tunduk dan patuh terhadap
segala perintah Ratu Sima bahkan tidak seorang pun rakyat maupun pejabat
kerajaan yang melanggar segala perintahnya.
v Kehidupan Ekonomi
Perdagangan dan pelayaran karena
letak kerajaan di semenanjung melayu. Jadi perdagangan sangat lah lancar dan
terkendali selain Ratu Shima yang sangat lah disiplin dan berwibawa
perekonomiannya juga perjualan dengan lancar begitu juga dengan pelayarannya selain
perdagangannya yang amat maju juga pelayaran disana sebagai alat transportasi
yang mudah juga cepat. Hal ini yang mendukung perkembangannya ekonomi di
kerjaan Holing. Selain perekonomian yang maju dan trnsportasi yang medukung dan
pusat pedangan dan pusat transaksi perdagangan mereka ada dipasar itu adalah
jantung perdagangan utama di kerajaan holing sejak pemimpin kerajaan Ratu Shima
perdagangan , transportasi dan pemerintahan yang bagus itu mengakibatkan
terjadinya hubungan perdagangan antar negara lain. Hal ini membuktikan bahwa
perkembangan kerajaan Holing sangat amat berkembang dengan pesat.
v Kehidupan
Sosial
Kehidupan sosial
masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena sistem
pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping sangat adil dan bijaksana
dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan mentaati segala
keputusan Ratu Sima. Ratu sima tidak pernah memihak dalam sosialnya ia hanya
membina dan sebagai penguasa kerajaan. Karena sifat Ratu Sima yang sangat
keras ia langsung membanggun lembaga masyarakat yang sudah jelas fungsi dan
tugasnya. Ratu Sima mendirikan lembaga masyarakat untuk membantu dirinnya dalam
mengatasi rakyatnya. Lembaga yang sudah terbentuk sudah memberlakukan sistem
perundang-undangan. Beliau telah membuat dan menyusun perundang-undang
yang sempurna dengan dibantu lembaga masyarakat. Hadirnya sistem
perundang-undangan tersebut berjalan dengan baik .
v Kehidupan
masyarakat
Kronik Dinasti Tang memberitakan bahwa daerah yang disebut Ho-ling
menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. Penduduk
membuat benteng-benteng dari kayu dan rumah mereka beratap daun kelapa. Mereka
sudah pandai membuat minuman dari air bunga kelapa (mungkin tuak). Bila makan
mereka tidak menggunakan sendok atau sumpit, melainkan menggunakan tangan.
v Agama
Kerajaan kalingga merupakan kerajaan yang sangat terpengaruh oleh ajaran Budha.
Oleh karena itu, Holing menjadi pusat pendidikan agama Budha. Holing memiliki
seorang pendeta yang bernama Jnanabhadra. Hal itu menyebabkan masyarakat Holing
mayoritas beragama Budha. Pada suatu hari, seorang pendeta Budha dari Cina
berkeinginan menuntut ilmu di Holing. Pendeta itu bernama Hou-ei-Ning. Ia pergi
ke Holing untuk menerjemahkan kitab Hinayana dari bahasa sansekerta ke bahasa
Cina.
v Budaya
Mayoritas
masyarakatnya memeluk agama budha begitu juga dengan kebudayaanya banyak di
pengaruhi oleh budaya india. Selain agamanya yang lekat dan kental banyak
tercampur dan terpengaruh dengan adat istiadat kebudayaan orang india hal ini
juga berpengaruh pada Ratu Sima karena menerima dengan baik kebudayaan india
masuk di kerajaan Holing.
Kisah lokal
Terdapat kisah yang
berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani legendaris yang
menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang
bulu. Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya
agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian.
Ia menerapkan hukuman
yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri. Pada suatu
ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat
kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia
meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada
sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang
bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra
mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman
mati kepada putranya. Dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan
putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang yang bukan
miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman dipotong kakinya.
Peninggalan Kerajaan
Ho-ling atau kerajaan Kaling (Kalingga) adalah Prasasti Tukmas dan Prasasti
Sojomerto :
Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas di ditemukan di lereng barat Gunung
Merapi tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag Magelang di Jawa
Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti
menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari
sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu
ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga
teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa
Hindu.
Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto,
Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan
berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini
bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya,
Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati,
sedangkan istrinya bernama Sampula. Dapunta Selendra adalah cikal-bakal
raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Peninggalan dari kerajaan Kalingga juga ada dua candi
yaitu Candi Angin dan Candi Bubrah.
Candi Angin
Candi Angin ditemukan di
Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Candi Bubrah, Jepara
Candi Bubrah ditemukan di
Desa Tempur Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara Jawa Tengah
Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan
pantai utara Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais.
Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan Wangsa Sailendra
atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa Tengah Selatan.
Masa Keruntuhan
Keruntuhan kerajaan Ho-ling terjadi pada
tahun 752, karena Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya
dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama
Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga
kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar